Feature Top (Full Width)

Rabu, 18 September 2024

Makna lagu tarling "Kebias"

Lirik Lagu Kebias

Seminggu cuma janjine
Tek tunggu keliwat waktune
Nanging pribe sampe seprene
Ra nana tekane, lan langka kabare

Ra kolu nginung lan mangan
Selalu kebayang ning pikiran
Mikiri sing dadi pujaan
Aduh lawas pisan ninggal iki badan

Mangkate waktune jam rolas
Ngomonge ora bakal lawas
Tetapi akhire kebias
Wis setaun tuntas ninggal ora melas


Mengungkap Makna Lirik Lagu

Lagu ini menggambarkan sebuah penantian yang penuh dengan harapan, namun berujung pada kekecewaan yang mendalam. Untuk memaknai lebih dalam, mari kita lihat bagaimana setiap bait menyoroti konflik emosional, harapan yang patah, dan perasaan kehilangan yang dialami oleh penulis.

1. Penantian dan Janji yang Tidak Terpenuhi:
  • "Seminggu cuma janjine
    Tek tunggu keliwat waktune"

    Bait ini memperlihatkan betapa penulis menaruh kepercayaan pada janji seseorang. Harapannya sederhana—janji yang hanya "seminggu" menunjukkan bahwa penulis yakin penantian ini akan singkat dan bisa diatasi. Namun, seiring berjalannya waktu, janji itu tak kunjung terwujud, dan penantian tersebut terasa sia-sia. Ada kekecewaan mendalam yang mulai terasa ketika "waktu terlewat."

  • "Nanging pribe sampe seprene
    Ra nana tekane, lan langka kabare"

    Frustrasi semakin menumpuk. Selain tidak datang, orang yang dinantikan bahkan tak memberikan kabar. Hal ini menggambarkan betapa penulis mulai merasa diabaikan atau dilupakan. Tidak hanya penantian fisik yang lama, tetapi ada pula kekosongan komunikasi yang memperburuk situasi.

2. Dampak Penantian pada Kondisi Emosional dan Fisik:
  • "Ra kolu nginung lan mangan
    Selalu kebayang ning pikiran"

    Rindu dan kekecewaan tidak hanya memengaruhi pikiran, tetapi juga kondisi fisik penulis. Ada kesan bahwa beban emosional yang berat membuatnya kehilangan semangat untuk menjalani aktivitas sehari-hari seperti makan dan minum. Kehidupan penulis seolah tersita oleh bayangan orang yang dinanti. Ini memperlihatkan bagaimana penantian yang lama dapat menyiksa mental dan fisik seseorang, menguras energi dan semangat hidupnya.

  • "Mikiri sing dadi pujaan"

    Kata "pujaan" di sini sangat penting. Orang yang ditunggu bukan sekadar teman atau kenalan, melainkan seseorang yang sangat diidolakan dan dicintai. Penulis terobsesi dengan sosok ini, yang membuat penantian semakin menyakitkan. Orang yang dicintai seolah menjadi pusat kehidupannya, tetapi ketiadaan orang tersebut menjadikannya terjebak dalam siklus perenungan dan kerinduan yang tak terjawab.

3. Rasa Ditinggalkan dan Keterasingan:
  • "Aduh lawas pisan ninggal iki badan"

    Bait ini mengungkapkan perasaan terluka dan kesepian yang dalam. Penulis merasa ditinggalkan, dan waktu yang berlalu terasa sangat lama. Ada kesan keterasingan—seolah-olah orang yang dinanti benar-benar tidak peduli, dan waktu membuat jarak semakin terasa. "Aduh lawas pisan" mencerminkan bahwa setiap hari penantian seakan memanjangkan rasa sakit yang dirasakan penulis.

  • "Mangkate waktune jam rolas
    Ngomonge ora bakal lawas"

    Baris ini menunjukkan sebuah momen perpisahan yang diwarnai janji singkat. "Mangkate waktune jam rolas" dapat mengindikasikan sesuatu yang mendadak atau tak terduga. Janji "ora bakal lawas" ini seolah meyakinkan penulis bahwa penantian tidak akan berat. Namun, realitas berlawanan, karena penantian itu justru berlarut-larut.

4. Kesadaran akan Realitas dan Kekecewaan yang Terus Membesar:
  • "Tetapi akhire kebias
    Wis setaun tuntas ninggal ora melas"

    Pada bagian ini, penulis mulai menyadari realitas pahit dari situasi yang dihadapi. "Akhire kebias" menunjukkan bahwa penantian ini menjadi memudar. Penantian yang awalnya mendalam mulai memudar, namun luka itu tetap ada. Fakta bahwa orang yang dinanti telah meninggalkan selama satu tahun tanpa menunjukkan tanda-tanda iba atau perhatian mempertegas perasaan terabaikan. Ini bukan hanya penantian yang tidak berujung, melainkan pengabaian yang semakin memperparah rasa kecewa.
Makna Emosional :

Lagu ini menyiratkan kisah penantian yang berkepanjangan, di mana harapan-harapan yang telah dipupuk mulai hancur dan membentuk rasa sakit yang mendalam. Ada tema tentang harapan yang patah, penantian yang sia-sia, dan pengabaian emosional.

Di satu sisi, lagu ini berbicara tentang kegigihan seseorang dalam mencintai dan menunggu, meski tahu bahwa harapan tersebut semakin tipis. Ini juga menunjukkan bahwa seseorang bisa begitu terikat pada harapan, hingga mengorbankan kesehatan mental dan fisiknya sendiri. Kegigihan ini bisa dilihat sebagai salah satu aspek kerapuhan emosional manusia, di mana rasa cinta dan rindu bisa mengaburkan batas-batas logika dan membuat seseorang terus menanti, bahkan ketika realitas sudah tidak mendukung harapan itu.

Di sisi lain, lagu ini menyinggung rasa ditinggalkan dan keterasingan. Penantian bukan hanya soal waktu, tetapi juga soal kehilangan koneksi emosional. Ketika seseorang menunggu terlalu lama tanpa balasan, ada perasaan hilang arah dan putus asa yang muncul. Kesedihan di sini bukan hanya karena jarak, tetapi juga karena ketidakpastian dan perasaan diabaikan.

Kesimpulan Makna:

Lagu ini berbicara tentang penantian yang berlarut-larut dan kekecewaan yang tak kunjung terobati. Ia menggambarkan bagaimana harapan bisa memudar seiring berjalannya waktu, dan bagaimana cinta serta rindu yang kuat bisa membuat seseorang terjebak dalam siklus kesedihan. Ketiadaan kabar dan sikap acuh dari orang yang dinanti menambah lapisan rasa sakit, menunjukkan betapa perihnya rasa ditinggalkan tanpa kepastian. Akhirnya, penantian menjadi beban emosional yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan penulis.

Lagu ini menyoroti ketidakadilan dalam cinta—bagaimana seseorang bisa begitu setia menunggu, sementara orang lain tak lagi peduli. Pada akhirnya, penantian yang lama tanpa balasan memperlihatkan sisi gelap dari perasaan rindu dan cinta yang tak terjawab.

Terima Kasih, Semoga bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com